Hari
kemenangan telah tiba, bagi sebagian orang beriman ini adalah hari menyedihkan
karena ditinggalkan bulan ramadhan penuh berkah. Namun lihatlah anak-anak yang
riang bermain seolah tidak memiliki beban. Mereka justru riang gembira
menyambut Idul Fitri. Karena itu berarti akan ada banyak makanan. Jangan
dibayangkan makanan kala itu seperti kue-kue yang dijual ditoko-ditoko
sekarang. Mereka merayakan Idul fitri dengan memotong ayam satu ayam untuk satu
RT. Anak-anak dan para lelaki diutamakan. Sedangkan para ibu dan wanita lebih
banyak mempersiapkan hidangan tanpa banyak memakan. Padahal mereka yang makan
banyak pun hanya mendapatkan paling banyak 5-8 suwir ayam. Yah... itulah
kehidupan dimasa 1970an.
Mur yang
tampak sibuk membantu ibunya tetap tampak cantik menawan. Mur memang lebih
rajin dibandingkan saudara-saudaranya. Ia bukan lagi sibuk memasak tetapi sibuk
mempersiapkan dagangan yang akan dijual didepan rumah setiap lebaran tiba.
Maklum di hari ini biasanya anak-anak mendapatkan sedikit ampau dari sanak
famili dan tetangga. Dan uang itu beberapa ditabung di pedagang. Beberapa orang
yang bekerja ke luar kota pulang, terkadang mereka membeli sesuatu untuk di
makan bersama keluarga.
Setelah siap,
Mur dan seorang wanita tak kalah cantik dan bertubuh proposional duduk didepan
rumah menunggu barang dagangan. Mur yang sedari tadi sibuk tak membuatnya
tampak lusuh. Wajahnya yang cantik dan kulitnya yang halus membuat orang-orang
mengira ia suka berdandan. Sebenarnya, Mur tak pernah mempunyai banyak waktu
untuk berdandan. Cantiknya adalah anugrah dari Yang Maha Kuasa.
Sesekali
terlihat orang lewat dengan berjalan kaki. Anak-anak bermain. Orang-orang yang
memanfaatkan momen ini dengan berkunjung ke tempat saudara. Dari sinilah semua
berawal.