Kisah nyata ini kami alami beberapa tahun lalu. Aneh tapi nyata.
Entah apa yang menjadi penyebab keluarga ini begitu membenci kami, mungkin karena lamaran salah seorang tetangga yang saya tolak karena memang saya tak menemukan jawaban di dalam istikharoh. Jawaban istikharoh justru memberatkan langkah saya untuk terus maju dan melangkah. Kalau sudah begini, tak ada yang bisa dipaksakan. Mereka membenci kami karena lamaran itu datang dari anak seorang pemuka organisasi yang sama dengan dia.
Mulailah keluarga ini membenci, kami (saya dan ibu) diberitakan menjadi orang yang sombong, tak pernah bersosialisasi dan lain sebagainya. Saya sendiri mengakui memang kurang bersosialisasi dengan tetangga, karena saya ingin menghindari ghibah. cukup sepekan sekali saya berkumpul dalam taklim yang diselenggarakan di dekat rumah. Itupun pesertanya hanya sedikit. Sedangkan ibu tidak pernah absen dari arisan. Ikut pengajian sebulan sekali tetapi agak jauh dari rumah. Rajin pula iut pengajian haji walau memang lebih banyak diam.
Dari isu-isu yang beredar, tentu saja menyakitkan. Ibu masih saja tenang, seolah masa bodoh dengan berita-berita tersebut. Tetapi, saya tidak. Jelas saja saya sakit hati walau tak bisa membalas dan tak ingin membalas. Dalam doa saya, Allah Maha Adil. Allah-lah yang akan memberikan kami keadilan itu dengan tangan-Nya yang sempurna.
Saya merasa lebih dari dua puluh tahun kehilangan sosok Bapak karena ia terlebih dulu bertemu Allah, sering merasakan penghinaan dan cacian. Ingin membalas tetapi beberapa hal tak bisa. Selama itu pula, saya melihat sendiri mereka yang menghina saya dan keluarga tak pernah lebih baik kehidupannya dari pada kami. Allah membalas semuanya, tepat di depan mata saya dan banyak diantara mereka yang harus menanggungnya seumur hidup.
Untuk masalah ini sama, saya hanya memiliki kepercayaan bahwa Allah tidak tidur, Allah tau betapa terlukanya saya, dan pasti Allah akan memberikan keadilan seadil-adilnya.
Hingga kepercayaan ini terbukti. Ibu dari keluarga itu jatuh sakit. Dokter mendiagnosa berbagai penyakit dan entah dari mana mau memulai pengobatan. Diopnam beberapa hari, Sang ibu tetap tidak sadarkan diri. tidurnya mendengkur keras seperti orang yang ajalnya telah dekat. terlihat kepanikan, ketakutan sekaligus terpaksa pasrah.
Mendengar berita dan kondisi sakitnya, ibu hendak menjenguk si Ibu tadi. Saya berkata, "Ah akhirnya tangan Allah bekerja dengan sempurna. Ibu untuk apa menjenguk"
"Hust... dia tetangga kita sesama muslim. tidak boleh begitu. Sikap kita harus tetap baik." Kata ibu.
Walaupun didalam hati masih menyimpan rasa sakit, Saya membenarkan perkataan ibu.
Berangkatlah ibu beserta tetangga yang lain menjenguk. Sampai di Rumah Sakit, tetangga berkumpul mendekati pasien. dan ibu memilih mundur tak ingin berdesakan apalagi caper. Setelah semua tetangga menjauh, salah satu anak si Ibu mengajak Ibu untuk mendekat. Melihat pendangan menakutkan seperti malaikat izroil siap mencabut nyawa, Ibu membaca surat Al Fatihah dan mengusapkan ke bagian perut yang katanya sakit sambil memohonkan ampun.
Ajaibnya,setelah itu kondisinya membaik, tak lagi terdengar dengkuran, dan beberapa jam setelahnya mulai sadarkan diri.
Pulang dari rumah sakit, setiap bertemu dengan kami keluarga itu selalu menyapa ramah dan tak jarang saya dan ibu dipeluk dan dicium (hanya dengan sesama perempuan). Dalam hati saya, inilah ending yang baik. Tanpa membalas, pasti semua akan mendapatkan balasan langsung dari Allah.
Sekarang saya makin paham tentang sakit penggugur dosa. Bukan ibu saya yang menyembuhkan, tetapi Allah-lah yang menyembuhkan. Ibu hanya wasilah dari Allah yang mungkin berkehendak menyadarkan sifatnya.
Setiap manusia pasti akan mendapatkan balasannya, entah di dunia ataupun di akhirat. Maka berbahagialah bagi orang yang Allah selesaikan urusannya di dunia. Ia tak kan menanggungnya di akhirat.
Dan saya teringat pertanyaan teman saya, "lha kalau sudah dibalas tetapi belum berubah bagaimana?"
Waktu itu saya belum bisa menjawab, kalau sekarang jawaban saya, "Ya nanti dibalas lagi oleh Allah. Serahkan saja semua kedzoliman mereka dengan Allah. Tidak akan ada yang terlewat sedikitpun."
Diambil dari kisah nyata anak manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar