Minggu, 24 Februari 2019

NOER BUKAN NUR



Tahun ke lima aku mengabdi sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Tepatnya satu setengah tahun aku membersamai sekolah ini. Sekolah ini tempat ke dua aku mengabdi. Sebuah SMP favorit di kabupaten tempat saya beranjak dewasa. Awalnya ditempat ini aku memulai dengan sebuah niat hanya sekedar memberikan ilmu. Aku tidak lagi berminat mencampuri urusan pribadi murid-muridku, terutama urusan keluarga mereka. Dua tahun 10 bulan pertama mengajar dengan banyak mencampuri urusan orang membuatku kelelahan terlebih segala usahaku tak dianggap. Memulai langkah baru, cara baru, dan pribadi baru. Awalnya semua berjalan seperti rencana. Mereka murid-murid yang aku sayangi, dan aku adalah guru favorit mereka. Hanya sebatas guru dan murid.
Dinding cat krem perpustakaan tempat aku berdomisili di sekolah ini menjadi sebuah saksi. Seorang murid yang duduk didepanku terdiam terpaku menunggu alasanku memanggil anak ini kesini. Sebelumnya Baim datang dan bercerita bahwa Noer muram setelah dari BK.
“kenapa kamu tadi berada di BK?” tanyaku.
“Dipanggil Bu Ntik, bu.” Jawabnya sambil menunduk.
Lalu ku pandang wajahnya lekat-lekat. Wajahnya menandakan sama sekali tak memiliki gairah hidup.
“Masih sama dengan kasus kemarin? Atau ini lanjutan?” kataku. Wajahnya mendongak menatapku sekilas lalu menunduk lagi. Aku tersenyum, pancingan pertama berhasil.

Jumat, 04 Maret 2016

Si "Miskin" dan Si "Kaya" (Dalam Hadits Qudsi Allah mencintai 3 hal dan Membenci 3 hal)

Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman:
”Aku (Alloh) mencintai tiga golongan tapi lebih mencintai tiga golongan. dan Aku benci tiga golongan tapi lebih benci lagi tiga golongan: 
1.    AKU (Alloh) mencintai orang-orang Tua yang taat, dan AKU lebih cinta lagi kepada pemuda yang taat. 
2.    AKU mencintai pada orang-orang (miskin) yang tawadhu’ (rendah hati), dan AKU lebih mencintai orang kaya yang rendah hati
3.    AKU mencintai orang-orang (kaya) yang memuliakan (mengutamakan) hak orang lain, dan AKU lebih mencintai pada orang miskin yang mengutamakan hak orang lain. 
1.    Dan AKU membenci pada orang-orang (miskin) yang bakhil (kikir), dan AKU lebih benci lagi terhadap orang kaya yang bakhil. 
2.    AKU benci pada orang-orang (kaya) yang sombong, dan AKU lebih benci lagi pada orang miskin yang sombong. 
3.    Aku membenci orang-orang muda yang berzina, dan AKU lebih benci lagi terhadap orang-orang tua yang melakukan zina”.

Selasa, 02 Februari 2016

Akhir Pekerjaan, Juga Akhir...

Apa yang terjadi hingga ia terlihat begitu terganggu psikologisnya? Itu pertayaan pertama yang ada dalam pikiran saya untuk anak ini. Diam dipojok kelas dan tak bisa dibujuk, tidak juga untuk makan. Saya mencoba mengumpulkan informasi tentang anak ini. Yah ternyata dia anak broken home. Bapak kandungnya pergi saat ia masih kecil, ibunya menikah lagi dengan lelaki lain. Ia tinggal bersama ayah tirinya. Dikucilkan oleh lingkungannya di rumah maupun disekolah. Gurunya juga ikut mengucilkannya karena ia tak bisa membayar SPP, beberapa guru hanya berbisik “Kasian anak ini”. Ah... lagi-lagi komentar naif.

Senin, 31 Agustus 2015

Sembuh Dengan Usapan Tangan

Kisah nyata ini kami alami beberapa tahun lalu. Aneh tapi nyata.
Entah apa yang menjadi penyebab keluarga ini begitu membenci kami, mungkin karena lamaran salah seorang tetangga yang saya tolak karena memang saya tak menemukan jawaban di dalam istikharoh. Jawaban istikharoh justru memberatkan langkah saya untuk terus maju dan melangkah. Kalau sudah begini, tak ada yang bisa dipaksakan. Mereka membenci kami karena lamaran itu datang dari anak seorang pemuka organisasi yang sama dengan dia.
Mulailah keluarga ini membenci, kami (saya dan ibu) diberitakan menjadi orang yang sombong, tak pernah bersosialisasi dan lain sebagainya. Saya sendiri mengakui memang kurang bersosialisasi dengan tetangga, karena saya ingin menghindari ghibah. cukup sepekan sekali saya berkumpul dalam taklim yang diselenggarakan di dekat rumah. Itupun pesertanya hanya sedikit. Sedangkan ibu tidak pernah absen dari arisan. Ikut pengajian sebulan sekali tetapi agak jauh dari rumah. Rajin pula iut pengajian haji walau memang lebih banyak diam.
Dari isu-isu yang beredar, tentu saja menyakitkan. Ibu masih saja tenang, seolah masa bodoh dengan berita-berita tersebut. Tetapi, saya tidak. Jelas saja saya sakit hati walau tak bisa membalas dan tak ingin membalas. Dalam doa saya, Allah Maha Adil. Allah-lah yang akan memberikan kami keadilan itu dengan tangan-Nya yang sempurna.

Kamis, 05 Februari 2015

Asmara Semar



Hari kemenangan telah tiba, bagi sebagian orang beriman ini adalah hari menyedihkan karena ditinggalkan bulan ramadhan penuh berkah. Namun lihatlah anak-anak yang riang bermain seolah tidak memiliki beban. Mereka justru riang gembira menyambut Idul Fitri. Karena itu berarti akan ada banyak makanan. Jangan dibayangkan makanan kala itu seperti kue-kue yang dijual ditoko-ditoko sekarang. Mereka merayakan Idul fitri dengan memotong ayam satu ayam untuk satu RT. Anak-anak dan para lelaki diutamakan. Sedangkan para ibu dan wanita lebih banyak mempersiapkan hidangan tanpa banyak memakan. Padahal mereka yang makan banyak pun hanya mendapatkan paling banyak 5-8 suwir ayam. Yah... itulah kehidupan dimasa 1970an.
Mur yang tampak sibuk membantu ibunya tetap tampak cantik menawan. Mur memang lebih rajin dibandingkan saudara-saudaranya. Ia bukan lagi sibuk memasak tetapi sibuk mempersiapkan dagangan yang akan dijual didepan rumah setiap lebaran tiba. Maklum di hari ini biasanya anak-anak mendapatkan sedikit ampau dari sanak famili dan tetangga. Dan uang itu beberapa ditabung di pedagang. Beberapa orang yang bekerja ke luar kota pulang, terkadang mereka membeli sesuatu untuk di makan bersama keluarga.
Setelah siap, Mur dan seorang wanita tak kalah cantik dan bertubuh proposional duduk didepan rumah menunggu barang dagangan. Mur yang sedari tadi sibuk tak membuatnya tampak lusuh. Wajahnya yang cantik dan kulitnya yang halus membuat orang-orang mengira ia suka berdandan. Sebenarnya, Mur tak pernah mempunyai banyak waktu untuk berdandan. Cantiknya adalah anugrah dari Yang Maha Kuasa.
Sesekali terlihat orang lewat dengan berjalan kaki. Anak-anak bermain. Orang-orang yang memanfaatkan momen ini dengan berkunjung ke tempat saudara. Dari sinilah semua berawal.