Tahun ke lima aku mengabdi sebagai
seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Tepatnya satu setengah tahun aku membersamai
sekolah ini. Sekolah ini tempat ke dua aku mengabdi. Sebuah SMP favorit di
kabupaten tempat saya beranjak dewasa. Awalnya ditempat ini aku memulai dengan
sebuah niat hanya sekedar memberikan ilmu. Aku tidak lagi berminat mencampuri
urusan pribadi murid-muridku, terutama urusan keluarga mereka. Dua tahun 10
bulan pertama mengajar dengan banyak mencampuri urusan orang membuatku
kelelahan terlebih segala usahaku tak dianggap. Memulai langkah baru, cara
baru, dan pribadi baru. Awalnya semua berjalan seperti rencana. Mereka
murid-murid yang aku sayangi, dan aku adalah guru favorit mereka. Hanya sebatas
guru dan murid.
Dinding cat krem perpustakaan tempat
aku berdomisili di sekolah ini menjadi sebuah saksi. Seorang murid yang duduk
didepanku terdiam terpaku menunggu alasanku memanggil anak ini kesini.
Sebelumnya Baim datang dan bercerita bahwa Noer muram setelah dari BK.
“kenapa kamu tadi berada di BK?”
tanyaku.
“Dipanggil Bu Ntik, bu.” Jawabnya
sambil menunduk.
Lalu ku pandang wajahnya
lekat-lekat. Wajahnya menandakan sama sekali tak memiliki gairah hidup.
“Masih sama dengan kasus kemarin?
Atau ini lanjutan?” kataku. Wajahnya mendongak menatapku sekilas lalu
menunduk lagi. Aku tersenyum, pancingan pertama berhasil.