Terima rapot merupakan hari yang menyenangkan atau menegangkan. Hasil kerja selama 1 semester akan dibagikan kepada orang tua. Uniknya di sekolah mungil yang gedungnya belum jadi sempurna itu, tidak hanya hasil ulangan dan angka saja yang dilaporkan kepada orang tua tetapi juga perkembangan kepribadian anak, partisipasi orang tua dalam mendidik anak di rumah dan juga prestasi non akademik siswa. Hari itu, saya bertugas sebagai teller pembayaran. Seperti semester sebelumnya, tugas itu sangat sibuk saat terima rapot. Banyak orang tua yang akan melunasi tanggungan biaya atau bahkan mengkonfirmasi belum bisa membayar dan akan membayar dalam jangka waktu tertentu. Jika dibayangkan, tugasnya membuat kepala pusing. Jauh lebih menyenangkan jika bertemu anak-anak, bercanda bersama atau bahkan sekedar menggoda mereka.
Diantara banyak antrian, saya melihat salah seorang anak didik saya di kelas 1 A yang secara akademis tak begitu pintar tetapi bakat berjualannya sangat menonjol. Namanya Calis.
Ingat beberapa waktu lalu saat saya menunggu ulangan kenaikan kelas, calis berteriak saat teman-temannya masih sibuk mengerjakan soal.
“Us, sudah selesai” teriak Calis memecah hening ruang kelas karena saat itu ujian matematika. Saya yang sedang berkeliling kelas memastikan anak-anak mengerjakan dengan sungguh-sungguh.
“Calis, cek lagi ya jawabannya” jawabku.
“Tidak mau, kan sudah selesai.” Jawab Calis.
“Ya sudah, kalau begitu Calis boleh menggambar, mewarnai atau main. Tetapi tetap diam di tempat duduk ya...” jawabku.
Mengerjakan pertama bukan berarti semua yang ia kerjakan itu benar. Jawaban Calis mungkin tidak semuanya benar, tetapi ia mengerjakannya jujur.
***
Antrian Calis tiba, saya bertanya ringan
“Calis dapat rangking berapa?”
“Tidak dapat rangking us, katanya yang penting masuk surga. Kata Calis, masuk surga kan tidak perlu jadi juara kelas.” Jawab Bunda Calis.
“Oh iya... Calis pintar.” Pujiku.
Anak ini benar-benar pintar. Hebat. Orang dewasa saja, terkadang lebih memilih mengejar ambisi dari pada mengejar akhirat. Tetapi anak seusia Calis bisa melihat surga didepan mata dan menjadikannya tujuan hidup.
“Iya us... dirumah memang Calis paling rajin sholat. Sekarang Calis sholatnya sudah 5 waktu.” Jawab Bunda Calis.
“Wah... Calis hebat ya... oh iya Bunda, tidak masalah Calis tidak dapat rangking. Bakatnya mbak Calis itu di jualan.” Jawab saya.
“Iya.. itu turun dari saya.” Jawab Bundanya Calis.
“Calis, ustadzah doakan Calis nanti jadi bos”
“Aku maunya kan masuk surga us.” Jawab Calis polos.
“Iya, kalau Calis jadi bos nanti bisa mengajak pegawainya Calis untuk masuk surga.” Jawab saya.
“Iya us, aku mau.” Jawab Calis bersemangat.
Setelah menyelesaikan masalah administrasi, Calis dan Bundanya menghilang dibalik pintu. Pulang. Saya tersenyum masih teringat betapa semangatnya Calis saat enterpreneur day. Box-box berisi makanan ia susun rapi. Tak perlu banyak waktu, dagangan Calis cepat habis. Di sekolah kami tidak boleh ada yang berjualan dan juga tidak boleh anak-anak membawa uang. Kecuali hari Sabtu. Setiap sabtu siswa boleh membawa uang maksimal 2000 rupiah dan diperkenankan siswa yang ingin berjualan untuk berjualan. Calis tidak pernah melewatkan kesempatan ini. Dia selalu berjualan. Dagangan Calis selalu ditunggu, bukan hanya teman-temannya tetapi juga kakak kelas dan ustadz/ah. Bakat berjualan ini pernah saya uji saat saya ingin membeli jualannya.
“Calis, ustadzh boleh beli tahu baksonya?” tanya saya.
“Boleh us.” Jawabnya.
“harganya berapa?” Tanyaku.
“seribu us”
“Kalau seribu ustadzah ambil 2 boleh tidak?” tanya ku.
“Tidak boleh us” jawabnya.
“Memangnya kenapa tidak boleh?” tanyaku yang dijawab dengan senyumannya.
Setiap anak berhak berkembang sesuai dengan bidang yang ia sukai. Nyatanya, lebih banyak orang yang sukses justru dengan bakat non akademiknya.
Allah membukakan 90 dari 100 jalan rizki di bumi dari berjualan. Kita tahu tentang kisah Abdurrahman bin Auf seorang saudagar sukses yang di jamin masuk surga karena harta hasil berjualannya. Semua bakat di hargai dalam islam. Semua bakat bisa berkembang dan menjadi bagian dari dakwah islam.
Gemolong, 23 Juni 2014
Note: diambil dari kisah nyata dengan nama disamarkan. Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar