Seorang anak duduk manja dipangkuan saya setelah diminta wali kelasnya
untuk bertanggung jawab atas snack temannya yang dimakan olehnya. “Mas, kenapa
disini?” tanyaku.
“Disuruh ustadzah” jawabnya.
“Memang kenapa disuruh ustadzah kesini?” tanyaku.
“tadi makan snack lima.” Jawabnya sambil cemberut manja.
Jika kejadian itu dialami oleh bunda, apa yang akan bunda lakukan? Marah?
Ngomel? Atau memukul?
Perlu saya katakan bahwa itu adalah model jadul (jaman dulu) dalam
menghadapi anak. Kenyataannya, saat kita beri bentakan ke anak. Mungkin disaat
itu anak akan takut. Tidak mengulang lagi. Tetapi memori di otaknya tidak
merekam pembelajaran apapun kecuali, “kalau aku mencuri maka aku dimarahin
bunda.” Setelah dewasa, mereka akan mencoba dan melakukan apa yang mereka
inginkan. Anak-anak tak berbeda dengan manusia dewasa, hanya mereka
terperangkap dalam tubuh kecil dan belum memahami dunia. Kita sebagai orang
dewasa hendaknya membimbing anak-anak.
Sedikit saya lanjutkan cerita saya. Setelah ia bermanja (karena takut
dimarahi) dan naik kepangkuan saya. Di telinganya saya bisikan,
“Mas, kamu anak sholeh. Mau kan disayang Allah?” tanyaku, ia jawab
dengan anggukan.
“Kalau mau disayang Allah, kamu harus melakukan apa yang disukai
Allah. Kalau makan snacknya teman, itu disayang Allah tidak?” ia jawab dengan
gelengan. “Ustadzah seperti ini karena ustadzah sayang dengan kamu. Ustadzah tidak
mau kamu masuk neraka karena makan snacknya teman. Kalau kamu makan snack
teman, itu kan makanan haram, kalau darahnya tercampur makanan haram bagaimana?”
wajahnya menyesal. “Ustazah mau Mas janji tidak akan mengambil makanan teman.
OK” kataku.
“iya us” jawabnya.
“Kalau mas mau snack, kesini bilang ustadzah, atau minta dibawakan
makanan dari rumah sama ibu. Ok?” tanyaku
“iya... iya...” jawabnya.
“Ok. Mas sudah janji, janjinya dicatat sama Allah dan malaikat.” Kataku
menutup berbincangan. Saya serahkan 5 snack sebagai pengganti snack yang tidak
mendapatkan.
Itu salah satu cara saya menghadapi kesalahan anak. Apakah itu membuat
ia jera? Bisa saja iya dan bisa juga tidak. Tetapi didalam otaknya sudah
tersimpan sebuah pesan. Bahwa mencuri itu dosa dan juga efeknya. Memori itu
masuk ke alam bawah sadarnya dan akan terbuka selamanya sebagai pedoman hidup. Bunda,
tidak boleh berhenti menasehati anak. Pahamkan bahwa kita sayang dengan mereka
dan efek atas perbuatan yang ia lakukan.
Hati anak itu halus, berhati-hati saat berkata karena itu akan menjadi
rekaman seumur hidupnya. Bukan berarti kita tidak boleh tegas dengan anak. Tegas
itu perlu, tetapi nasehat dengan kasih sayang itu juga sangat diperlukan. Jika para
gurunya manusia bisa mengubah anak dengan kasih sayang didalam kemajemukan
siswa. Maka, seharusnya seorang Bunda mampu membimbing anak.
Selamat mencoba... ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar