Sabtu, 11 Oktober 2014

Ketika Anak Berbuat Salah

Seorang anak duduk manja dipangkuan saya setelah diminta wali kelasnya untuk bertanggung jawab atas snack temannya yang dimakan olehnya. “Mas, kenapa disini?” tanyaku.
“Disuruh ustadzah” jawabnya.
“Memang kenapa disuruh ustadzah kesini?” tanyaku.
“tadi makan snack lima.” Jawabnya sambil cemberut manja.

Jika kejadian itu dialami oleh bunda, apa yang akan bunda lakukan? Marah? Ngomel? Atau memukul?

Perlu saya katakan bahwa itu adalah model jadul (jaman dulu) dalam menghadapi anak. Kenyataannya, saat kita beri bentakan ke anak. Mungkin disaat itu anak akan takut. Tidak mengulang lagi. Tetapi memori di otaknya tidak merekam pembelajaran apapun kecuali, “kalau aku mencuri maka aku dimarahin bunda.” Setelah dewasa, mereka akan mencoba dan melakukan apa yang mereka inginkan. Anak-anak tak berbeda dengan manusia dewasa, hanya mereka terperangkap dalam tubuh kecil dan belum memahami dunia. Kita sebagai orang dewasa hendaknya membimbing anak-anak.

Sedikit saya lanjutkan cerita saya. Setelah ia bermanja (karena takut dimarahi) dan naik kepangkuan saya. Di telinganya saya bisikan,
“Mas, kamu anak sholeh. Mau kan disayang Allah?” tanyaku, ia jawab dengan anggukan.
“Kalau mau disayang Allah, kamu harus melakukan apa yang disukai Allah. Kalau makan snacknya teman, itu disayang Allah tidak?” ia jawab dengan gelengan. “Ustadzah seperti ini karena ustadzah sayang dengan kamu. Ustadzah tidak mau kamu masuk neraka karena makan snacknya teman. Kalau kamu makan snack teman, itu kan makanan haram, kalau darahnya tercampur makanan haram bagaimana?” wajahnya menyesal. “Ustazah mau Mas janji tidak akan mengambil makanan teman. OK” kataku.
“iya us” jawabnya.
“Kalau mas mau snack, kesini bilang ustadzah, atau minta dibawakan makanan dari rumah sama ibu. Ok?” tanyaku
“iya... iya...” jawabnya.
“Ok. Mas sudah janji, janjinya dicatat sama Allah dan malaikat.” Kataku menutup berbincangan. Saya serahkan 5 snack sebagai pengganti snack yang tidak mendapatkan.

Itu salah satu cara saya menghadapi kesalahan anak. Apakah itu membuat ia jera? Bisa saja iya dan bisa juga tidak. Tetapi didalam otaknya sudah tersimpan sebuah pesan. Bahwa mencuri itu dosa dan juga efeknya. Memori itu masuk ke alam bawah sadarnya dan akan terbuka selamanya sebagai pedoman hidup. Bunda, tidak boleh berhenti menasehati anak. Pahamkan bahwa kita sayang dengan mereka dan efek atas perbuatan yang ia lakukan.
Hati anak itu halus, berhati-hati saat berkata karena itu akan menjadi rekaman seumur hidupnya. Bukan berarti kita tidak boleh tegas dengan anak. Tegas itu perlu, tetapi nasehat dengan kasih sayang itu juga sangat diperlukan. Jika para gurunya manusia bisa mengubah anak dengan kasih sayang didalam kemajemukan siswa. Maka, seharusnya seorang Bunda mampu membimbing anak.


Selamat mencoba... ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar